Terkadang saya merasa geli sendiri jika mendapat pertanyaan2 ataupun pernyataan yang agak sensitif, baik dari teman2 ataupun dari senior. Dan kmarin malam, pernyataan itu muncul lagi..

Kemarin malam, saya menghadiri acara walimahan teman.. biasanya sih kalau ada acara seperti itu..saya datangnya bareng akhwat lain. tapi kali ini saya pergi sendiri karena gak tau mau ajak siapa karena tidak banyak teman2 akhwat yang diundang. Walaupun sebenarnya saya kurang pede datang di acara2 kayak gituan sendiri kalo gak pake hijab. Kalau pake hijab kan tidak masalah. Akhirnya berangkat jugalah saya ke acara walimahan tersebut dengan ditemani " si biru". walau agak ribet karena pake baju pesta sambil bawa motor, tapi sampe juga dengan selamat..

Seperti biasa, setelah mengganti sandal cadangan di parkiran ( tadinya berangkat dengan sandal biasa..secara gitu lho, gak mungkin saya bawa motor dengan sandal dengan haq 5 cm) saya pun menuju ke gedung, isi buku tamu. Tapi pas waktu mau ke pelaminan ngasi ucapan selamat, entah ketidak pedean itu muncul lagi. Kebetulan di acara itu, saya ketemu ma senior yang juga datang, tapi dengan suaminya. Saya pun meminta kepada beliau untuk menemani ke pelaminan untuk ngasi ucapan selamat kepada mempelai. Tapi sayang nya dia baru aja turun dari pelaminan. Dan pernyataan itu pun terlontar
" makanya... cepat- cepatmi cari gandengan juga biar kalo kemana- mana gak sendiri lagi..."
teman yang satupun menimpali dan mengiyakan. What?? Cari gandengan?? bukan cari kali.. tapi saya yang dicari, hehe.
Sering ya, pernyataan seperti ini datang dari teman2. Emangnya kenapa kalo saya masih sendiri? toh saya masih menikmatinya??

Mungkin...bagi sebagian orang, nikah itu hal yang gampang2 aja. Tapi bagi saya tidak. Tidak berat juga sih.. tapi nikah itu tidak sekedar pengen, trus nikah, selesai deh, berubah lagi statusnya kita. Tapi jauh dibalik itu, kita butuh banyak persiapan. ini juga yang perlu dipahami, "Merried, siap atau pengen"?? karena beda ya, antara siap dengan pengen. kalo siap itu ya.... betul2 siap, siap fisik, mental, sosialnya, finansial tentunya juga harus siap dong!

Siap fisik, saya rasa kita semua sudah tau,,

Siap mental, tentu lah...karena akan ada banyak yang berubah setelah seseorang itu nikah. dengan adanya perubahan status. yang tadinya bujang, jadi istri ataupun jadi suami..lebih2 kalo dah jadi ibu ataupun bapak, mental harus betul dipersiapkan.
ya penting juga. Yang tadinya mungkin.. kita cuek aja dengan lingkungan sekitar kita, apalagi yang terbiasa kost- kostan, pulang kampus langsung ke kamar, besoknya lagi keluar beraktivitas sehingga interaksi dengan lingkungan tempat tinggalnya kurang. Setelah nikah.. butuh sosialisasi dengan lingkungan kita, mungkin bagi yang ibu2, bisa ikut arisan antar RW/RT biar bisa saling kenal dengan tetangganya. yang bapak2 mungkin.. sesekali ikut kerja bakti. Jadi tidak seperti waktu kuliah lagi..

finansial, yah ini juga hal yang sangat penting. terutama buat laki2 yang nantinya sebagai pemberi nafkah buat istri dan anak2 nya, bukan berarti wanita tidak boleh kerja diluar. Boleh2 saja, sang istri bekerja untuk membantu suami asalkan harus tetap ingat kodratnya dan tidak lupa tugasnya sebagai seorang istri...

Dan masih banyak hal yang perlu disiapkan...Dan yang paling penting adalah.. Don't Worry! Jodoh itu dah diatur oleh Allah... suatu saat dia pasti akan datang, bukankah manusia diciptakan berpasang-pasangan? Cepat atau lambat, hanya Allah yang tahu.

Lain halnya dengan pengen. mungkin sebenarnya sudah siap juga.. tapi kebanyakan ketidak siapannya. Mungkin karena sering diledek2 sama temannya " kapan nih.. nyusul??" seperti kasus saya diatas tadi.. tapi bukan berarti saya pengen.. nantilah kalo dah betul2 siap, hehe. Atau mungkin karena desakan dari keluarga yang menginginkan anaknya segera menyempurnakan separuh agamanya padahal sang anak belum siap, dan banyak lagi...

Nah.. sebelum dia datang, marilah mempersiapkan diri untuk menyambutnya dan menempa diri untuk menjadi baik, bukankah Allah telah berjanji dalam Al-Qur'an surah An-Nur ayat 26 bahwa wanita baik2 untuk laki- laki baik2, begitupun sebaliknya. sambil menilai diri sudah siapkah saya ataukah hanya sekedar pengen?? Anda sendiri yang tahu...



Bersiaplah menghadapi kegagalan

Kegagalan dan kesuksesan adalah 2 sisi mata uang yg saling melengkapi.Orang ingin sukses harus tahu bahwa ada saat2 kegagalan. Yang penting bukan sekedar mencari jalan sukses, tetapi juga mengerti " apa yg menyebabkan kegagalan." kegagalan itu bermula dari kegagalan2 kecil yang tidak dipelajari apalagi diantisipasi. Pada hakikatnya, kegagalan itu :
  1. orang yang takut melangkah karena takut salah, dialah yang gagal
  2. orang yang tidak mengakui kesalahan dan kekalahan, dialah yang gagal
  3. Orang yang menyalahkan diri sendiri dan tidak mau mengoreksi dirinya, dialah yang gagal
  4. Orang yang gagal merencanakan, dia sedang merencanakan kegagalan
  5. Kegagalan adalah milik mereka yang melangkah setengah hati, tak jelas apa yang dicari
  6. Kegagalan adalah hiasan akrab bagi orang yang manja, tak mau berusaha apalagi bekerja, tak punya motivasi dan percaya diri
Beberapa kali orang jatuh tak menjadi soal. Yang penting kemampuannya untuk bangkit kembali setiap kali ia jatuh, tentunya bukan pada lubang yang sama untuk kedua kalinya. Jangan ukur seseorang dalam menghitung berapa kali ia jatuh, ukurlah ia dengan berapa kali dia sanggup bangkit kembali.

Nah, untuk menghadapi kegagalan, kita perlu mempersiapkan:
1. Milikilah kesabaran
Kesabaran menjadikan seseorang mampu bertahan dalam menjunjung prinsipnya, meraih cita2nya dan menempuh jalan yang telah dirintisnya. Sabar bila dijalani sebagaimana mestinya akan mampu mengubah musibah menjadi karunia, tantangan menjadi peluang, hambatan menjadi kesempatan, dan keterbatasan menjadi anugrah

2. Milikilah ketabahan
Selain kesabaran diperlukan juga ketabahan. Ya, ketabahan, yaitu kemampuan bangkit kembali kesekian kalinya setelah terjatuh. Dalam benturan antara sungai dan batu, air sungai senantiasa menang bukan dengan kekuatan tapi dengan ketabahan. Seberapa jauh kita jatuh tidak menjadi masalah, tapi yang penting seberapa sering kita bangkit kembali.

3.Menarik hikmah, jagan menyerah
"hikmah adalah aset orang mukmin yang tercecer. Dimanapun ia menemukannya maka ialah yang paling berhak memilikinya" (hikmah)

Karena Allah telah menegaskan " Barang siapa mendapatkan hikah, maka sungguh ia akan peroleh kebaikan yang banyak." (QS. Al Baqarah : 269)

Kegagalan, jangan dibiarkan sebagai sesuatu yang final. muslim sejati, memandang kegagalan sebagai awal, batu loncatan untuk memperbaharui kinerja mereka di masa mendatang.

Sumber: zero to hero

Sore ini, sepulang dari mesjid, ya biasa lah kegiatan rutinitas pekanan (liqo'), kusempatkan singgah d warnet. entah, tiba2 aku ingin menulis tentang sesuatu. May be tentang perjalananku di dunia keperawatan hingga saat ini.

weits, mengenang dari awal nih, saat2 pertama ketika hendak masuk d sekolah perawat yang hampir2 saja gak jadi. Awalnya kan ayahku melarang sekolah, yah... katanya sih perempuan biar bagaimanapun nantinya ke dapur juga jadi mending gak usah sekolah. Alangkah kecewanya aku saat itu.. Tapi entah yah, jin baik apa yang merasuki ayahku sehingga beliau tiba2 berubah fikiran dan menyuruhku untuk segera ke makassar. uhh...betapa senangnya aku saat itu karena cita2 ku untuk sekolah perawat terkabulkan ( waktu itu masih ada SPK). dengan bermodal nekat ( karena jujur, saya jarang k makassar :-) n tidak terlalu kenal dgn klrga yg d makassar, berangkatlah aku k makassar bersama ibu dengan modal alamat rumahnya keluarga.

keesokan harinya, kumulailah petualanganku menuju SPK Pelamonia untuk mendaftar. Untungnya pendaftaran diundur. Walhasil, akupun diterima d sekolah ini..
kumulailah petualanganku d makassar yang jauh dari orang tua. Hidup di lingkungan TNI membuatku bisa hidup mandiri, makan sendiri, pergi sendiri, masak sendiri...(eh, kalo masak sih ada ibu dapur yang masakin, tinggal bayar aja) tapi bukan itu maksudku. Hidup di lingkungan ABRI memberi pelajaran tersendiri buat saya..( cerita tentang SPK dicukupkan aja ya...)

Tamat dari SPK, akupun melanjutkan pendidikan dAKPER. meskipun waktu itu bisa langsung kerja, tapi entah saya lebih prospek untuk lanjut kuliah. dan waktu itu saya lanjut d Akper anging mammiri. Selesai pendidikan d Akper, ayah memanggilku pulang kampung. katanya sih, biar mengabdi d daerah saja. tapi lagi2 aku menolak dengan alasan, kalo saya d daerah, akan susah buat saya untuk melanjutkan pendidikan lagi. biasa lah... di daerah gitu loh, apalagi yang diharapkan ortu setelah anaknya selesai kuliahnya...pasti lah yang ditunggu2 kata " married". What?? nikah??? jauh2 dulu, cita2 ku masih panjang.. So, tetaplah aku d makassar dengan bekerja sebagai tenaga kontrak d salah satu RS milik TNI. Ya... lagi2 welcome to soldier world.
setahun lebih kerja dsna, akupun melanjutkan pendidikan d Universitas Hasanuddin. Kampus merah yang selama ini kuimpikan( mimpinya kecil2 aja kok, gak sampe mimpi kuliah d luar sul sel but maybe in the other time, saya penge....n banget melanjutkan kuliah d luar, ya... kayak dosen2 ku yang masih muda2 yang melanjutkan kulnya d luar negeri. but, when???? masi adakah harapan itu??
I believe, harapan itu akan selalu ada. Setidaknya kita punya mimpi, tapi hatrus bangu biar mimpinya gak cuma sekedar mimpi, tapi jadi kenyataan. Pasti bisa!!!
back to kisah petualanganku. Sementara kuliah d unhas, pemerintah membuka lowongan CPNS, N akupun ikut mengadu nasib diantara banyaknya pendaftar. And.. alhamdulillah...akupun diterima jadi abdi negara d daerah yang jujur, asing buat saya. Yup, " Welcome to Jeneponto" but it's not problem for me. saya pasti bisa menyesuaikan diri dsana. tapi masalahnya... aku harus cuti kuliah, but it's OK. biar aku bisa mengaplikasikan ilmu yang telah kudapatkan...

N I will be back, so......keep semangat n smile :-)

dah dulu ya...nanti dilanjutkan lagi kisahnya...
I must prepare my lesson to final tes...biar bisa lulus n dapat nilai yang bagus:-)

Tip mengatasi flu babi agar tidak menyebar lebih luas. Berikut tip tersebut:

1. Cuci tangan sesering mungkin. Mencuci tangan dengan sabun dan air beberapa kali dalam sehari. Keringkan tangan setelah dicuci. Jika tidak ada air, bisa menggunakan bahan pencuci tangan dari alkohol.

2. Hindari bersentuhan mata, hidung atau mulut. Virus flu sering menyebar ketika seseorang bersentuhan dengan penderita yang terkontiminasi kuman, kemudian bersentuhan dengan mata, hidung atau mulut.

3. Hindari kontak terlalu dekat. Hindari berdekatan dengan seseorang yang sedang sakit.

4. Tinggallah di rumah jika sedang sakit. Jika mungkin, tinggallah di rumah dan hindari pusat-pusat keramaian jika sedang sakit. Ini akan membantu mencegah orang lain dari kemungkinan tertular penyakit yang sama.

5. Gunakan penutup hidung dan mulut. Gunakan sapu tangan atau tisu ketika sedang batuk atau bersin untuk mencegah penyebaran virus. Jika tidak punya tisu, gunakan lengan baju bagian depan, jangan pakai telapak tangan. Buanglah tisu di tempat sampah.

6. Tetaplah menjaga jarak. Jika Anda sedang sakit, jagalah jarak dengan orang lain untuk melindungi mereka agar tidak ikut terserang sakit.

7. Terapkan gaya hidup sehat. Pikirkan ulang untuk merokok, istirahatlah atau tidur yang cukup, olahraga secara rutin sehingga tubuh bisa aktif, mengelola tingkat stres, meminum air banyak-banyak, dan konsumsi makanan bernutrisi.

8. Konsultasi dengan dokter jika sakit. Datanglah ke pusat layanan kesehatan atau dokter jika ada tanda-tanda gejala flu, seperti susah bernapas, pikiran kacau, dan muntah-muntah.

9. Tunda perjalanan jika sedang sakit. Jika sedang sakit, sebaiknya Anda berpikir ulang untuk melakukan perjalanan dengan pesawat atau alat transportasi lainnya. Jika terpaksa harus terbang ke negara yang terserang flu babi, segeralah berkonsultasi dengan dokter.

10. Ikuti perkembangan informasi dari otoritas kesehatan lokal. Anda perlu tetap mengikuti perkembangan situasi terkini dari wabah influenza dan saran-saran yang disampaikan otoritas kesehatan lokal.

" Di dalam surga itu terdapat bidadari2 yg sopan menundukkan pandangannya. Tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka, tidak pula oleh jin. ( QS.Ar-Rahman: 56)

" Seandainya seorang bidadari dari surga menampakkan diri pada penghuni bumi, niscaya cahaya tubuhnya dan bau harumnya akan memenuhi ruang antara langit dan bumi, serta kerudung rambutnya lbih indah dan bernilai daripada dunia dan seisinya.( HR.Bukhari)

Namun percayakah kita bahwa ada sosok yg mampu mengalahkan bidadari?

"....Wanita dunia di surga sangat lebih utama daripada bidadari surga karena shalat, puasa, dan ibadah yang dilakukan mereka"( HR.At_Thabrani)

Ukhti fillah...
ternyata ada celah bagi kita untuk bisa mengalahkan bidadari...
So, membidadarikan diri? Why not?
Ayo ukhti, selagi masih ada waktu dari Allah, marilah kita berusaha menjadi wanita2 utama mengalahkan bidadari surga, mempesona, bahagia, dan selamat dunia akhirat....

Amin...
Perawat kontemporer menuntut perawat yang memiliki pengetahuan dan ketram pilan dalam berbagai bidang. Dulu peran perawat inti adalah memberikan perawatan dan kenyamanan karena mereka menjalankan perawatan spesifik, tapi seka rang hal ini telah berubah. Peran perawat sudah menjadi lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara komprehensif. Pera wat masa kini menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi kepe rawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi klien, manajer kasus, rehabilitator, pembuat kenyamanan, komunikator dan pendidik.(Potter-Perry).
Statemen diatas sudah sebaiknya menjadi iktibar bagi kita-kader keperawatan tan ah air- untuk memahami tujuan kerja kita yang tidak sebatas melakukan technical saja tapi sudah menyentuh berbagai bidang.
Bak jauh panggang dengan api, di lapangan kita bisa melihat kondisi keseharian kerja perawat. Banyak ditemu kan laporan bahwa pe rawat dikenal sebagai sosok yang menakutkan, tidak tahu sopan-santun dalam menangani pasien dan berbagai ungkapan miring lainnya. Perawat yang notabene telah bekerja lebih banyak dari dokter karena 24 jam selalu bertemu dengan pa sien, juga harus menghadapi berbagai kepedihan seperti laporan tindakan pemukulan oleh keluarga pasien yang tidak puas dengan asuhan keperawatan yang diberikan, lalu gaji yang diberi kan juga dibawah standar. Ibarat memakan buah simalakama, perawat men jadi serba-salah dalam melakukan tindakan apapun.
Padahal, keperawatan sudah dianggap sebagai satu profesi, bukan lagi sejumlah ketrampilan khusus dan seorang perawat bukan hanya seorang yang dilatih dengan keah lian tertentu. Keperawatan adalah sebuah profesi. Profesi memiliki beberapa karakteristik utama seperti:
1 Adanya pendidikan lanjutan dari anggotanya, demikian pula landasan dasarnya
2 Mempunyai kerangka pengetahuan teoretis yang mengarah pada skill, kemampu an dan norma tertentu.
3. Memberikan pelayanan tertentu
4. Anggota suatu profesi memiliki otonomi untuk membuat keputusan dan mela kukan tindakan
5. Profesi sebagai satu kesatuan memiliki kode etik untuk melakukan praktik kepera watan.
Sudah jelas, keperawatan memiliki semua hal tersebut diatas. Akan tetapi, ki ni kita dihadapkan bahwa keperawatan hanya sebatas profesi, belum menyentuh aspek yang demikian lengkap seperti organisasi keperawatan di berbagai negara lainnya. Padahal, u sia keperawatan di Indonesia sudah sama tuanya dengan usia republik ini, wa lau dulu di kenal sebagai paramedis yang bertugas merawat korban perang disamping keberadaan dokter yang lebih dulu mujur dengan didirikannya STOVIA sebagai sekolah kedokteran pertama di Indonesia dengan CBZ (RS.CIPTO MANGUNKUSUMO saat ini-red) seba gai RS akademika-nya. Tapi bukan berarti dengan hal seperti itu membuat kita beralasan bahwa keperawatan di tanah air terus berada dalam ketertinggalan dan mematuhi sifat pe simisme. Sudah saatnya kita melakukan perubahan dan reformasi misi hingga visi 2010 menjadi kenyataan bagi kita selaku kader keperawatan Indonesia.
http://andibloggersejati.blogspot.com

Dapatkan Mesej Bergambar di Sini
Efektivitas Penggunaan Gelar Ners�
Oleh: Syaifoel Hardy & Nurhadi*


Latar Belakang

Menengok sejarah dunia nursing secara umum pastilah akan dihubungkan dengan tokoh Florence Nightingale (FN) di abad ke 19, sekalipun di Islam telah berkembang pada abad ke 7 jauh sebelum FN dikenal (Grippando & Mitchell, 1989). Nurses pada saat itu, meski tanpa embel-embel gelar, telah diakui sumbangan ilmiahnya dalam masyarakat. Kemajuan yang diperoleh adalah berkat ketekunan para tokoh tersebut untuk selalu melakukan perbaikan melalui proses riset dan cara pembelajaran ilmiah lainnya.

Proses riset yang kuntinyu tersebut membuahkan dunia profesi nursing terus berkembang, seiring dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi lainnya, meskipun tidak sepesat profesi kesehatan lain misalnya kedokteran. Dari segi disiplin ilmu, profesi ini pun telah memasuki jenjang sub spesialis. Untuk mendukung kemajuan tersebut, metode riset dan critical thinking sudah menjadi bagian dari pola pendidikan nursing.

Profesi nursing di Indonesia yang tergolong masih muda dibandingkan dengan di negara Barat memang tertinggal jauh. Bahkan di antara negara-negara Asia sekalipun. Meskipun demikian, geliat perubahan yang dimulai sejak tujuh tahun terakhir di tanah air merupakan upaya positif yang sudah pasti memerlukan dukungan semua pihak. Tetapi yang lebih penting adalah dukungan pemikiran-pemikiran kritis terutama dari nurses itu sendiri.

Pola pikir kritis ini merupakan tindakan yang mendasari evidence-based practice dunia nursing yang memerlukan proses pembuktian sebagaimana proses riset ilmiah. Pola pikir tersebut bukan berarti mengharuskan setiap individu menjadi peneliti/researcher. Sebaliknya, sebagai landasan dalam praktek nursing sehari-hari.

Dengan demikian kemampuan merefleksikan kenyataan praktis lapangan dengan dasar ilmu nursing ataupun disiplin ilmu lainnya, baik dalam nursing proses kepada pasien ataupun dalam melaksanakan program pendidikan nursing, sudah seharusnya menyatu dalam intelektualitas nurses. Termasuk bagaimana menyikapi penggunaan istilah �€˜Ners�€™ misalnya.

Pemakaian istilah �€˜Ners�€™ sebagai bentuk �€˜penghargaan�€™ sesudah pencapaian jenjang pendidikan S1 merupakan issue yang perlu kita kritisi. Kita sebut sebagai issue, karena peletakannya sebagai suatu gelar bagi sebuah profesi bisa menuai perdebatan. Tinjauan literatur pemakaian istilah yang �€˜menyabot�€™ dari Bahasa Inggris: Nurse yang sebenarnya memang sebuah profesi, bukan gelar, adalah persoalan pertama. Yang kedua, penggunaan istilah ners ditinjau dari kacamata internationalisation. Dan yang ketiga legitimasi pemakaian gelar Ners.

Ketiga hal tersebut menjadi fokus essay ini. Tujuannya tidak lain adalah mengajak kita, nurses, untuk selalu berpikir kritis, agar implementasi dunia nursing sebagai disiplin ilmu mengedepankan evidence, bukan semata-mata slogan.

Analisa

Sejauh ini, lulusan S1 Keperawatan di Indonesia dikenal sebagai penyandang gelar Sarjana keperawatan (SKep). Program ini kemudian menambahkan gelar profesi nursing yang disebut Ners, sesudah menempuh sejumlah sistem kredit semester dalam studinya.

Apakah gelar tersebut merupakan gelar akademik, gelar profesional ataukah predikat lainnya semisal Registered Nurse (RN)? Di bawah ini analisanya.

1. Etimologi
Menurut Wikipedia (Online, 2007), kata nurse yang diucapkan /ners/ (Webster�€™s Ninth Collegiate Dictionary, 1993), berasal dari Bahasa Inggris, Bahasa Perancis nourice, dan Bahasa Latin nutricia, berarti: person that nourishes, is a health care professional who is engaged in the practice of nursing.

Dari definisi tersebut berarti bahwa untuk menjadi seorang nurse yang profesional memerlukan pendidikan tertentu. Sesudah menyelesaikan pendidikan, kemudian mempraktikkan hasil pengetahuan dan ketrampilannya. Dari definisi tersebut juga sudah jelas, sekalipun tanpa gelar ners, nurse sendiri sudah profesional.

Perbendaharaan kata dalam kamus Bahasa Indonesia, dalam sejarahnya banyak sekali menyerap dari bahasa asing dalam bidang ilmu pengetahuan. Kata ilmu, jadwal, miskin, awal, akhir saja misalnya, berasal dari bahasa Arab. Biologi (biology), matematika (mathematics), geologi (geology), geografi (geography), etika (ethics) dari Bahasa Inggris. Purnama, mega, samudera (ketiga-tiganya Bahasa Sansekerta), dan lain-lain. Kata-kata tersebut, kini sudah tidak asing kedengaran di telinga dan kita manfaatkan dalam percakapan sehari-hari. Kata-kata tersebut sepanjang tidak ada padanan yang pas, mengalami asimilasi sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.

Kaidah Bahasa Indonesia tidak mengenal konsonan rangkap, kecuali istilah asing yang diindonesiakan, misalnya kata exponent menjadi eskponen; science menjadi sains, climax menjadi klimaks.

Berangkat dari sini, memang tidak tertutup kemungkinan bahwa kata nurse kemudian diasimilasikan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ners. Tapi apakah ini tidak menyalahi aturan, karena kata nurse tidak mendapatkan perlakuan yang sama dengan kata modern yang dalam Bahasa Indonesia menjadi moderen, mendapat sisipan e . Disamping itu kata moderen sudah mendapatkan definisi yang baku dalam kamus kita yang berarti mutakhir atau baru (http://www.kamus-online.com). Sedangkan ners tidak demikian halnya. Kata ners belum menjadi perbendaharaan kata yang baku dalam kamus kita, apakah itu kata benda, kata kerja ataukah istilah. Berbeda juga dengan kata perawat misalnya, dari segi etimologi, kata ners tidak berdasar dan terkesan mengada-ada.

2. Internationalisasi

Dalam kamus-kamus internasional disebutkan bahwa sebutan nurse ini bukanlah sebuah gelar, melainkan profesi (Webster�€™s Ninth Collegiate Dictionary, 1993; Webster�€™s Newworld Dictionary, 2000; Oxford Advanced Learner�€™s Dictionary, 2000) yang berarti: a person who is trained or skilled in caring for the sick. Demikian pula yang sebutkan dalam kamus Inggris-Indonesia (Echols J.M. & Shadily, H. 1975, Kamus Inggris Indonesia). Dalam kamus-kamus tersebut nurse bisa berarti pula kata kerja.

Akan halnya gelar yang menyertai seorang nurse, di Amerika Serikat Registered Nurse (RN) terpisah dari gelar akademik. Gelar profesi RN tidak dikeluarkan oleh sekolah tinggi atau universitas dari mana perawat tersebut ditempa pendidikannya. RN dikeluarkan oleh sebuah komite tertentu yang disebut N-CLEX (National Committee on Licensure Examination). Di Filipina sebutan RN juga dikeluarkan oleh Nursing Board sesudah menjalani test. Di Inggris RGN demikian juga. Tidak terkecuali pula di negara-negara lain seperti Belanda, India, Singapore dan lain-lain. �€˜Gelar�€™ RN tidak dikeluarkan oleh lembaga pendidikan di mana yang bersangkutan belajar, melainkan oleh lembaga profesional independen.

Gelar Ners di Indonesia diberikan bersamaan dengan gelar akademik oleh lembaga pendidikan yang menelorkan sarjana. Padahal keduanya ini mestinya terpisah ditinjau dari pemanfaatan di dunia internasional. Lembaga pendidikan S1 Keperawatan saat ini memberlakukan �€˜Dual Degrees�€™ yang di dunia internasional pendidikan nursing tidak dikenal. Gelar ners dalam percaturan nursing internasional bisa membingungkan.

3. Legitimasi

Dari sisi aturan perundangan, menurut Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No: 178/U/2001 tentang �€˜Gelar dan Lulusan Perguruan Tinggi�€™ tidak menyiratkan sedikitpun tentang pemakaian Ners untuk gelar akademik maupun profesional. Dalam Bab III : Jenis Gelar Akademik Pasal 6 menyebutkan, bahwa: �€˜Gelar akademik terdiri atas Sarjana, Magister dan Doktor�€™.

Dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 7: �€˜Penggunaan gelar Sarjana dan Magister ditempatkan di belakang nama yang berhak atas gelar yang bersangkutan dengan mencantumkan huruf S., untuk Sarjana dan huruf M., untuk Magister disertai singkatan nama kelompok bidang keahlian�€™. Jadi bagi penyandang sarjana keperawatan, kita bisa saja gunakan SKp atau SKep tidak masalah, tergantung �€˜kesepakatan�€™ pihak pengambil kebijakan.

Sedangkan dalam Bab IV: Jenis Sebutan Profesional Pasal 11 ayat (1) disebutkan bahwa sebutan profesional lulusan Program Diploma terdiri atas:
i. Ahli Pratama untuk Program Diploma I disingkat A.P.
ii. Ahli Muda untuk Program Diploma II disingkat A. Ma.
iii. Ahli Madya untuk Program Diploma III disingkat A. Md.
iv. Sarjana Sains Terapan untuk Program Diploma IV disingkat SST.

Gelar Ners di Indonesia diberikan bersamaan dengan gelar akademik. Di Diknas, penggunaan gelar sudah diatur sebagaimana tersebut diatas. Masalahnya, mengapa policy ini hanya berlaku pada S1 Keperawatan? Memperoleh gelar akademik sekaligus profesi. Profesional lain di program kesehatan misalnya Kedokteran, Gizi atau Kesehatan Masyarakat, apalagi non-kesehatan, tidak mendapatkan perlakuan serupa: double degrees.

Walaupun dalam SK Mendiknas Nomer 178/U/2001, Pasal 21, Ayat 3, menyebutkan bahwa �€˜Gelar akademik dan sebutan profesional lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak dibenarkan untuk disesuaikan dan/atau diterjemahkan menjadi gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi di luar negeri�€™, itu bukan berarti bahwa kita tidak memiliki �€˜keleluasaan�€™ untuk berkaca kepada percaturan sistem pendidikan nursing internasional. Karena dalam Fungsi dan Tujuan diselenggarakannya pendidikan tinggi sebagaimana disebutkan dalam Rancangan PP (pasal 51) tentang Pengelolaan dan Penyelenggraan Pendidikan adalah: mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (www.depdiknas.go.id), maka sebagai profesi yang berwawasan internasional, watak serta peradaban nurses kita akan diakui oleh dunia internasional jika kita mampu bergaul dalam percaturan nursing yang mengacu pada standard internasional. Dunia internasional mengakui profesi kedokteran kita dengan gelar dr, mengakui sarjana kita: engineer, mengakui ahli gizi: nutritionist. Siapa yang mengenal Ners?

Registrasi dan Spesialisasi

Sudah seharusnya jika lulusan pendidikan nursing setingkat sarjana akan lebih memiliki bobot baik dari segi penguasaan ilmu nursing yang bisa dipadukan dengan disiplin ilmu lainnya. Menjamurnya program pendidikan Strata 1 Keperawatan di seluruh Indonesia berarti akan semakin banyak nurses setingkat sarjana.

Dalam kenyataan sehari-hari dominasi dunia kedokteran dalam bidang kesehatan memang masih besar sekali (Germov, 1998). Jika dilihat dari sejarah pendirian maupun dari susunan personel lembaga pendidikan nursing di Indonesia, peran profesi kesehatan lain masih sangat dominan. Berbeda dengan di negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris, juga di India ataupun Philippines, dimana faculty of nursing nya independen (Bridget Hospital School of Nursing, San Juan College, Regents College Nursing, Cheridan College Nursing Program, dll); atau di bawah Faculty of Sciences (Department of Nursing University of Southern Queensland; Department of Nursing of the University of the Philippines, dll). Kenyataan ini yang menjadi kendala hingga di tingkat pusat, di mana kita tidak memiliki kemandirian di bawah Departemen Kesehatan (depkes.2007, Online).

Berbicara masalah jenjang profesi dan karir, tidak bisa dilepaskan dari dua tinjauan yang mendasar yaitu tinjauan akademik dan tinjauan profesional. Berdasarkan tinjauan akademik, di negara-negara yang dicontohkan di atas, jenjang pendidikannya dibagi tiga kelompok yaitu undergraduate, post graduate dan doctorate. Undergraduate yaitu jenjang pendidikan Strata 1 dengan gelar BSN/BN atau dibawahnya, post graduate setara dengan Strata 2 dengan gelar MSN/MN, dan doctorate dengan gelar DSN/DN.

Masing-masing strata memiliki sistem pendidikan, gelar serta peran dan tanggungjawab terhadap profesi yang sudah baku dan jelas. Misalnya untuk program diploma selama perkuliahannnya yang ditempuh antara 2 �€“ 3 tahun, tidak mendapatkan mata kuliah riset sebagai indikator jenjang yang lebih tinggi ataupun kalau dapat hanyalah sekedar pengantar riset, karena lulusannya memang tidak dituntut untuk menjadi peneliti. Tetapi paling tidak bisa ikut andil dalam membantu proses riset atau mengerti pemakaian hasil riset.

Dari tinjauan profesional, nurses bisa dikatakan profesional jika memiliki bukti registrasi yang mengontrol kompetensi nurses (Germov, 1998). Dengan sistem registrasi yang baku memungkinkan pengawasan terhadap kemampuan nurses sehingga senantiasa sesuai dengan perkembangan ilmu nursing yang terbaru sebagai persyaratan untuk mendapatkan registrasi. Jenjang spesialisasi bagi nurses bisa ditempuh tanpa memandang latar belakang akademik, apakah itu Diploma, BSN, atau MN.

Di Australia, India, Philippines, Amerika, Inggris, New Zealand serta negara Barat lainnya, pemberian gelar RN merupakan pengakuan yang berkekuatan hukum terhadap kompetensi profesi yang diberikan oleh Nursing Board/Nursing Council (Edginton, 1995). Nursing Board dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah [Department of Education, Science and Training (DEST)-Australia, 2003, online] dan di bawah kontrol Menteri Kesehatan (Edginton, 1995).

Untuk memperoleh predikat RN, nurses harus memenuhi beberapa persyaratan. Di beberapa negara aturannya lebih ketat dengan menyaratkan harus mengikuti ujian registrasi seperti di AS dengan NCLEX-RN nya atau di Philippine dengan Registration Examination. Di Inggris menyaratkan pelaksanakan praktek nursing selama lima tahun terakhir, dan bila sudah teregistrasi pun harus selalu meng-up date ilmu setiap dua tahun sekali yang jika tidak terpenuhi status registrasinya bisa dicabut (NMC, 2007).

Registrasi tersebut memiliki nomer dan masa berlaku yang ditentukan oleh Nursing Board. Sistem registrasi memiliki pengaruh terhadap status pekerjaannya di mana setiap individu untuk bisa bekerja sebagai nurses harus memiliki bukti registrasi tersebut. Jika dia bekerja tanpa memiliki bukti register tersebut bisa dianggap sebagai melanggar hukum (Edginton, 1995).

Peningkatan profesi lain, selain dalam bentuk RN, bisa juga berupa misalnya: CRNA (Certified Registered Nurse Anaesthetist) untuk nurse anastesi, CRNP (Certified Registered Nurse Practitioner) untuk Nurse Practitioner, CNOR (Certified Nurse of Operating Room) untuk nurse kamar operasi , dsb.

Jadi seorang nurse memungkinkan untuk memiliki gelar RN, CNOR dll dibelakang namanya bukan hanya karena telah merampungkan jenjang pendidikan tertentu dan dalam masa tertentu saja, namun juga melalui test/seleksi yang diselenggarakan oleh badan registrasi serta memiliki dasar hukum yang jelas.

Bagi penyandang Strata 2, gelarnya adalah MSN (Master of Science of Nursing) dan diikuti dengan gelar spesialisasi tersebut di atas, misalnya MSN, CRNP tanpa harus mencantumkan gelar BSN karena gelar MSN tersebut lebih tinggi stratanya, kecuali jika gelar masternya adalah di luar disiplin ilmu keperawatan maka gelar BSN nya tetap dicantumkan (Untuk aturan di Indonesia, lihat SK Mendiknas).

Sedangkan Inggris dan negara-negara yang berafiliasi dengannya seperti India, Pakistan, beberapa negara Arab dan Afrika, serta Australia menggunakan pola yang sama dengan Amerika hanya saja tanpa huruf S untuk gelar BSN dan MSNnya. Jadi gelar yang dipakai hanya BN atau MN. Sedang gelar spesialisasinya akan ditulis di dalam kurung mengikuti gelar utamanya. Misal MN (Adv Prac) untuk gelar Master of Nursing spesialis Advance Practice; MN (Edu) untuk Master Nursing dengan spesialis Education, dsb.

Berdasarkan dari apa dan bagaimana penempatan RN serta gelar spesialisasi di atas, maka pemakaian gelar Ners semakin susah untuk ditempatkan. Jika dipakai sebagai gelar registered tidak pas lantaran lembaga yang mengeluarkannya. Demikian pula bila dipakai untuk gelar spesialisasi, Ners tidak mengindikasikan spesialisasi tertentu.

Tren Globalisasi

Tahun 2010 adalah awal era globalisasi, pasar terbuka. Tren globalisasi yang tidak mengenal batas negara memiliki pengaruh yang luas di segala bidang. Tenaga kerja asing termasuk nurses juga mulai merambat bursa tenaga kerja Indonesia yang harus bersaing dengan nurses di tingkat lokal (misalnya di Freeport, Irian Barat, nursesnya multinational).

Di dunia pendidikan kerja sama antar perguruan tinggi antar negara, merupakan salah satu kiat untuk mengahadapi tren di atas. Kerjasama antara Stikes Binawan dan Universitas Indonesia dengan University of Technology Sydney untuk program PSIK (Buletin of Central Sydney Area Mental Health, 2007, online) merupakan contoh inovatif yang bisa ditiru. Tujuan program-program internasionalisasi ini tidak lain supaya mendapatkan pengakuan di mata internasional, baik dari segi pengetahuan maupun ketrampilan.

Diperkirakan lebih dari 4000 tenaga nurses kita di negara-negara Timur Tengah, dan sejumlah kecil di Eropa, Australia, Jepang dan Amerika serta di negara tetangga Malaysia dan Brunei. Bedanya, status nurses kita yang di luar negeri dengan foreign nurses yang ada di negeri kita adalah, jika nurses asing yang masuk ke negara kita tersebut memiliki pos yang tinggi, sedangkan nurses kita yang ada di negara asing mayoritas masih menduduki peringkat kelas bawah sekalipun dia adalah lulusan S1 (Dian S, Pers. Comm, 2007).

Fenomena di atas menunjukkan bahwa keberadaan dan status nurses kita memang masih belum bisa disejajarkan dengan negara-negara lain. Salah satu penyebabnya adalah kita belum memiliki sistem pengaturan profesi yang baku. Nursing council/board yang berskala nasional belum eksis di Indonesia. Secara umum, tugas nursing council ini menangani legalitas kompetensi profesi nurses di Indonesia yang dikemas dalam bentuk registrasi.

Menurut Germov (1998), syarat bisa dikatakan profesi adalah jika memiliki otonomi sendiri untuk mengatur standar tugas dan tanggungjawabnya, statusnya dan sistem keuangannya menurut badan profesi yang diakui secara nasional ataupun internasional. Di sinilah Nursing Board/Council kembali berperan. Sedangkan badan tersebut belum kita miliki.
Keberadaan Persatuan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) belum bisa dikatakan sebagai Nursing Board. Sebaliknya, PPNI hanya merupakan organisasi yang memiliki fungsi sebagai wadah profesi nursing yang memiliki persamaan kehendak sesuai dengan jenis/profesi dan lingkungan kerja untuk mencapai tujuan organisasi (PPNI, 2007, Online).

Rekomendasi

Dalam buku karya Kenworthy, Snowley, dan Gilling (2002) berjudul Common Foundation Studies in Nursing, konsep nursing itu dibangun dari empat unsur yaitu client, health, environment, serta nursing. Dari keempat unsur ini para peneliti kemudian mengembangkan, sehingga muncul berbagai macam teori nursing. Di antara teori-teori yang baru tersebut, yang paling penting adalah peletakan konsep di tengah-tengah disiplin ilmu yang lain sebagai suatu evidence-based practice, sebuah disiplin ilmu yang berdasar kepada bukti-bukti ilmiah, bukan semata-mata turunan, atau tiruan dari disiplin ilmu yang lain.

Penggunaan Ners di Indonesia, dari uraian diatas, pada hemat penulis perlu dicermati kembali. Gelar Ners perlu mendapatkan perhatian, jika masih terlalu �€˜ekstrim�€™ untuk dikatakan koreksi. Dari berbagai tinjauan di atas juga membuktikan, baik dari segi akademik, profesi maupun segi hukum, kurang mendukung penerapannya.

Sebagi sebuah cabang profesi, nursing membutuhkan dasar pendidikan yang layak. Pendidikan ini membutuhkan dukungan teori serta praktek. Berbagai referensi mengemukakan teori dan parktek yang amat bervariasi. Teori-teori tersebut diajarkan di berbagai perguruan tinggi yang di dalamnya terdapat independensi (USQ-Australia, New Castle University-Australia, Regent�€™s College of Nursing-USA, dll), bukan di bawah payung fakultas kesehatan lain. Perguruan tinggi ini menawarkan beberapa program pendidikan nursing, mulai dari Associate Degree hingga Post Graduate of Nursing. Meski demikian, pemberian gelar profesional (RN) terhadap para lulusan perguruan tinggi di berbagai negara tersebut tidak dikeluarkan oleh universitas yang meluluskan, namun oleh Nursing Council / Nursing Board.

Pemberian gelar registered nurse, mestinya tidak perlu didiskriminasikan, apalagi oleh lembaga pendidikan. Sebaliknya, terlepas dari apakah itu lulusan diploma, sarjana, atau pasca sarjana, mereka berhak mengajukan perolehan registrasi pada sebuah lembaga independen yang mengurusinya. Di negeri kita, kalau hanya lulusan S1 yang berhak mendapatkan gelar profesi Ners, apakah lulusan diploma 3 tidak berhak mendapatkan gelar profesi serupa hanya karena tingkat pendidikannya yang satu level di bawahnya?

Oleh sebab itu, prinsip yang sama bisa diterapkan di Indonesia. Mengusulkan kepada Pemerintah lewat Departemen Kesehatan untuk membentuk Nursing Council yang sudah mendesak kebutuhannya. Nursing council ini tidak menutup kemungkinannya bisa dibentuk secara independen. Sudah waktunya pula PPNI, sebagai satu-satunya organisasi nursing, mewujudkan impian anggotanya.

Kesimpulan

Uraian diatas membuktikan bahwa gelar Ners tidak bisa disejajarkan dengan RN sebagaimana yang ada di luar negeri semisal AS atau RGN di Inggris, khususnya jika ditinjau dari aspek akademik, aturan peletakan gelar serta pengakuan hukum.

Hanya saja, sebagian besar warga profesi kita sudah terlanjur terbiasa mudah ikutan (latah) tanpa berpikir kritis terhadap segala konsekuensinya. Tidak terkecuali menyikapi pemakaian gelar. Gelar Ners begitu saja ditelan tanpa mempertimbangkan apakah tepat atau tidak penggunaannya.

Dalam wawancara dengan salah satu stasiun TV, pada 7 Juni 2004, pakar ekonomi dari Harvard University, Hartojo Wignjowijoto (Husaini, 2004, online), menyatakan, �€Ĺ“Problem mendasar bangsa Indonesia adalah �€˜tidak memiliki kepercayaan diri�€™ dan �€˜tidak mau kerja keras�€™. Tidak percaya diri, malas bekerja, malas belajar, malas mencari ilmu, mau dapat gelar tanpa bekerja keras merupakan kendala besar kita. Lihatlah, begitu banyaknya program yang menawarkan gelar magister, doktor, dari berbagai institusi pendidikan, tetapi tidak memperhatikan kualitas penerima gelar. Sekarang, sudah sampai di kampung-kampung, orang menawarkan program mudah untuk mendapatkan gelar magister atau doktor.�€�

Akankah kita sebagai nurses, mau disejajarkan dengan kelompok tersebut? Sudah tentu tidak! Hanya saja hal ini perlu bukti. Setidaknya, gelar profesional ini tidak hanya slogan yang ada di belakang nama penyandangnya. Tanpa Ners pun, melalui pola kerja kita yang kompeten, klien akan tahu, bahwa profesional yang ada di sampingnya bukan seperti yang disebutkan oleh pakar ekonomi dari Harvard di atas.

diposting dari: www.inna-ppni.or.id

mengarungi samudera kehidupan..
kita ibarat para pengembara
hidup ini adalah perjuangan
tiada masa tuk berpangku tangan
( sautul harokah: bingkai kehidupan)

it's my favorit song. memberi inspirasi dalam perjuangan hidupku.
betul kata2 "hidup adalah perjuangan". Tiap-tiap dari kita berjuang untuk hidup kita serta untuk orang2 yang kita cintai. Seberapa berat pun itu bahkan terkadang ada yg harus kita korbankan. tapi ketika semua itu kita lalui dengan sabar, insya Allah semua akan berbuah indah
inilah tulisan perdanaku,
jalan dakwah ini masih sangat panjang, beribu rintangan akan menghadang,
kerikil-kerikil tajam siap menghadang di setiap perjalanan kita
mampukah kita menghadapinya??

saya hanya ingin bercerita mengenai kisah seorang aktivis dakwah,
ya... boleh dikatakan disaat bersemangatnya ia di jalan dakwahnya, tiba2 ujian itu datang
dimana ia diberi pilihan antara keluarga atau jamaah...
sungguh berat kan??
di satu sisi,ia ingin terus berjuang, menegakkan kalimatullah
di sisi lain, ia harus mengikuti keluarganya yang menentangnya..
sebenarnya, bukannya ia gagal berdakwah di keluarganya, tapi karena adanya kekecewaan keluarga terhadap jamaah yang akhirnya berimbas pada aktivis dakwah tsb.

tapi karena komitmen yang kuat, ketabahan, kesabaran serta doa
akhirnya ia tetap mampu bertahan.
karena sesungguhnya tantangan dan ujian itulah yang akan membuktikan apakah ia seorang mujahid/mujahidah tangguh ataukah hanya seseorang yang lemah..